Senin, 07 November 2011

Sejarah Pondok Pesantren Darussalam Ciamis

Ihwal kebersahajaan dan kesederhanaan Pesantren Darussalam ternyata sama tuanya dengan sejarah pesantren ini. Nun di paruh 1929, Kiai Haji Ahmad Fadlil (meninggal tahun 1950), ayahanda K.H. Irfan Hielmy, memulai kisah kebersahajaan dengan sebuah masjid dan sebuah bilik sebagai asrama. Santri yang pertama kali mondok adalah pemuda-pemuda setempat yang tidak saja diajari ilmu-ilmu agama tetapi diajak mengolah sawah, bercocok tanam, dan diberi contoh bagaimana memelihara bilik dan memakmurkan masjid. Pesantren Tjidewa, sebutan untuk komunitas baru itu, dengan cepat mendapat simpati serta dukungan dari masyarakat sekitar lebih banyak lagi santri yang mondok.
Adalah pasangan suami-isteri Mas Astapradja dan Siti Hasanah yang mewakafkan tanahnya di Kampung Kandanggajah, Desa Dewasari, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, kepada Kiai Ahmad Fadlil. Dibantu oleh masyarakat dan santri, Pesantren Tjidewa menapaki guratan sejarah dengan optimisme menghilangkan benalu yang menempel dalam ajaran Islam.
Menjelang proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, di Pesantren Tjidewa sudah mondok 400 orang santri yang mengaji ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah, dan perbandingan madzhab, di samping kitab-kitab ilmu sharaf dan ilmu nahwu. Keputusan Kiai Ahmad Fadlil dengan hanya menerima santri putra tidak terlepas dari kondisi saat itu yang tidak bisa keluar dari kontelasi keamanan akibat penjajahan Belanda. Karena didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari cengkraman penjajah dan ditambah dengan meluapnya semangat santri untuk menghalau Belanda, Kiai mengajarkan pula strategi berdiplomasi mengatasi tekanan penjajah. Apalagi dengan kemampuannya berbahasa Belanda ia belajar bahasa Belanda kepada kakek dari keluarga ibunya sejak di sekolah rakyat (Vervolg School)dengan mudah bisa menyerap berbagai informasi yang kelak berguna sebagai modal berdiplomasi.
Lebih dari itu, penguasaan terhadap teks berbahasa Arab telah tampak sejak Ahmad Fadlil muda berhasil menghapal kitab-kitab Jauharul Maknun, Uqudul Juman, Talkhisul Miftah dan syair-syairnya. Bahkan, pada usia 31 tahun, ia telah berhasil menerjemahkan Qasidah Burdah karya Muhammad Said al-Busyiri. Sampai sekarang, kasidah burdah berbahasa Sunda yang merupakan karya terjemahan masterpiece Kiai Ahmad Fadlil, masih terdengar dibaca dan didendangkan oleh santri-santri di banyak pesantren tradisional terutama di Jawa Barat.
Sistem Pendidikan
Pesantren Darussalam memadukan pendidikan salafi dengan modern, dengan tujuan untuk menyeimbangkan keilmuan santrinya. Di beberapa pondok pesantren modern, sistem pengajian biasanya diselenggarakan dengan menggunakan sekolah/madrasah sebagai basisnya. Sekolah/madrasahlah yang dijadikan sebagai standar untuk menentukan kelas/kelompok pengajian, materi dan kitab pengajian, dan alokasi waktu pengajian. Namun demikian, seiring dengan perkembangan konsep dan paradigma pendidikan di mana model pembelajaran yang berlandaskan homogenitas peserta didik sudah mulai ditinggalkan dan mulai mengarah pada model pembelajaran berbasis individu maka sejak tahun 2001, sistem pengajian kitab di Pondok Pesantren Darussalam dikelola dengan menjadikan kemampuan individu santri sebagai basisnya.
Karena sesuai dengan tradisi pesantren, model pembelajaran yang berbasis individu sudah teruji (misalnya dalam penggunaan metode sorogan), dan dalam konteks Pondok Pesantren Darussalam model ini sangat memungkinkan, maka untuk lebih mengoptimalkan sistem pengajian pesantren dimulailah mengembangkan model pengajian yang berbasis individu, tanpa mereduksi sama sekali penggunaan sistem kelas/kelompok.
Penetuan tingkat pengajian didasarkan pada kemampuan individu, dan tidak didasarkan pada kelas sekolah/madrasah.
a) Tingkat pengajian terdiri dari tingkat persiapan (Tamhidy), tingkat dasar (Ibtidaiy), tingkat menengah (Wustho), dan tingkat tinggi (Ulya).
b) Setiap tingkat pengajian terdiri dari satu atau lebih kelompok pengajian, dan setiap kelompok tidak lebih dari 40 santri.
c) Penentuan materi pengajian didasarkan pada materi-materi standar sesuai dengan disiplin al-Quran, al-Hadis, Fiqh, Akidah, Akhlaq, Nahwu, Sharaf dan Balaghah.
d) Setiap kelas/kelompok pengajian terdiri dari individu-individu yang memiliki kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang relatif sama.
e) Adanya sistem evaluasi individu dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan, serta berdaya guna bagi penentuan kelas dan kenaikan tingkat.
f) Sistem rekruitmen santri didasarkan pada motivasi santri, baik motivasi memasuki Pondok Pesantren Darussalam maupun motivasi belajar.
g) Pemanfaatan waktu pengajian secara efektif dan efisien.
Pesantren Darussalam mulai memodernisasikan sistem pendidikannya dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal yang mengadaptasi model klasikal dan sampai saat ini semua jenjang pendidikan ada di pesantren ini yaitu meliputi: Raudlatul Athfal (RA) Al-Fadliliyah Darussalam setingkat Taman Kanak-kanak (TK); Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Fadliliyah Darussalam setingkat Sekolah Dasar (SD); Madrasah Tsanawiyah Darussalam (MTsD) setingkat SLTP; Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Darussalam setingkat SLTA; Sekolah Menengah Atas (SMA) Plus Darussalam; Institut Agama Islam Darussalam (IAID) terdiri dari: Fakultas Syariah Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah dan Jinayah Siyasah; Fakultas Tarbiyah: Jurusan Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab dan PGMI; Fakultas Dakwah: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (SPI) serta Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI); Program Pascasarjana (S2): Program Studi Pendidikan Islam; dan Mahad Aly Darussalam (MAD): Program Studi Fiqh dan Ushul Fiqh
Target dan Konsentrasi
Sebagai lembaga yang besar dan modern, Pesantren Darussalam dalam proses pendidikannya memiliki konsentrasi dan target pembelajaran, diantaranya: 1). Al-Aqidah as-Salafiyah; 2). Al-Akhlaq al-Karimah (pencapaian akhlak terpuji); 3). Penguasaan bidang studi sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); 4). Studi Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh, dll.; 5). Learning By Doing melalui praktik: pelatihan bahasa Arab dan Inggris, Terapi Musik Qashidah al-Burdah, Majelis Terapi Farahfaza, Pembinaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Dalam rangka pencapaian apa yang dicita-citakan, pesantren Darussalam dikawal oleh lebih dari 250 Tenaga Pengajar. Latar belakang para Tenaga Pengajar di Pesantren Darussalam adalah terdiri dari para lulusan Strata 1 (S.1), Strata 2 (S.2), Strata 3 (S.3) bahkan Guru Besar sebagai tenaga edukatif yang ahli di bidangnya, baik yang berasal dari lingkungan Pondok Pesantren Darussalam, maupun yang berasal dari tenaga edukatif lembaga lain yang kompeten dari beragam disiplin ilmu. Namun mayoritas Tenaga Pengajar tersebut adalah lulusan S1, yang diantaranya 25 % perempuan.
Tenaga Pengajar
Tenaga pengajar tidak hanya lulusan dari dari perguruan tinggi agama atau lulusan dari Timur Tengah saja, juga twerdapat lulusan dari perguruan tinggi umum yang mengajarkan ilmu pengetahuan non agama. Hal ini dilakukan agar terjadi kesinambungan dan keseimbangan antara ilmu agama dan umum.
Tentang Santri
Dari keseluruhan lembaga pendidikan para santri Darussalam berasal dari berbagai wilayah di Tanah Air, yaitu: Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra, Bali, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Dari mulai Pondok Pesantren Darussalam berdiri, semakin tahun terus berkembang. Pesantren ini semakin mendapat kepercayaan, bukan hanya dari masyarakat, tetapi juga dari pemerintah dan pengusaha. Keberhasilan Pondok Pesantren Darussalam dalam merekrut para santrinya dari tahun ke tahun bisa dikatakan stabil.
Pada tahun 2008 saja, jumlah santri di Pondok Pesantren Darussalam tidak kurang dari 2.000 orang santri. Perbandingan laki-laki dan perempuannya adalah 55 laki-laki dan 45perempuan. Bagi santri yang berasal dari tempat jauh dan luar daerah disediakan asrama. Sebab secara umum sekitar 90% mereka diwajibkan untuk tinggal di asrama, kecuali yang 10% lagi yang berasal dari Desa sekitar Pesantren Darussalam yang berangkat dari rumahnya sendiri.
Ribuan alumni sudah lahir dari rahim sejarah Darussalam. Mereka tersebar di starata kemasyarakatan, sebagai petani, pengusaha, wiraswasta, PNS, polisi, tentara dan tidak sedikit yang kemudian mengamalkan ilmunya dengan mendirikan Pondok Pesantren. Mereka berbaur ke tengah-tengah masyarakat dengan modal gemblengan yang khas Darussalam, yakni pembentukan karakter yang tidak lepas dari sosok sebagai muslim yang moderat, mukmin yang demokrat dan muhsin yang diplomat.
Alumni Pesantren Darussalam merupakan generasi yang ditempa dengan perpaduan gaya tradisional dan gaya modern, sampai kini masih berkutap dengan beragam wacana keilmuan di berbagai Perguruan Tinggi. Timur tengah adalah kawasan yang banyak dipilih sebagai tempat meneruskan pendidikan setelah usai menimba ilmu di Darussalam. Beberapa di antaranya justru ada yang memilih Eropa, seperti di Belanda, Kanada dan Perancis; ada pula yang ke Amerika Serikat bahkan kawasan Asia, seperti Australia dan Malaysia . Disana mereka memasuki universitas terkemuka, bergelut menghabiskan waktu untuk memperdalam pengetahuan di jenjang S2 dan S3, dan mereka tetap menjalin silaturrahim dengan almamaternya, sebuah negeri yang disebut Darussalam, Negeri yang Damai. Ini merupakan salah satu bukti bahwa alumni Pondok Pesantren Darussalam tidak hanya layak bersaing di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Fasilitas dan Gedung
Pesantren Darussalam memiliki fasilitas yang sangat memadai. Mulai dari Asrama/kobong santri, Gedung pertemuan/Aula, Ruang kelas, dan Masjid. Untuk menunjang dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan keilmuan serta untuk keterampilan dan kecakapan hidup (life skill) para santrinya, pesantren Darussalam menyediakan fasilitas penunjang lainnya, diantaranya: Kegiatan Ekstrakurikuler yaitu Pramuka, Paskibra, Bulan Sabit Merah/BSM Remaja; Leadership Training (Latihan Kepemimpinan).
Terdapat pula Perpustakaan (modern dengan fasilitas jaringan internet); Pusat Pelatihan Komputer; Laboratorium MIPA dan Bahasa; Ruang Audio Visual; Toko Swalayan Serba Ada (Tosserba); Sanggar Seni dan Olahraga yaitu Band, Qashidah, Marawis, Teater, Qiraat, Beladiri Saslaridla, Nasyid, Sepak Bola, Bola Voli, Basket, Badminton, Tenis Meja; Baitul Maal wat Tamwil (BMT); Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren); Kantin; Toko Buku dan Kitab; dan Warung Telekomunikasi (Wartel).

Aktifitas dan Prestasi

Aktivitas santri sehari-hari di Pesantren Darussalam nyaris tanpa henti, mulai dari pagi hingga malam hari. Kegiatan yang cukup padat dan dibiasakan semenjak mereka pertama kali masuk, awalnya memang memberatkan. Namun, akhirnya dengan kebiasaan dan semangat untuk belajar, keterpaksaan itu menjadi hal yang biasa.
Aktifitas dan kesibukan santri sehari-hari mulai dari bangun pagi pukul 03.00 untuk melaksanakan aktivitas shalat malam (tahajud) sampai menjelang waktu shubuh. Aktivitas selanjutnya melaksanakan shalat shubuh yang dilanjutkan dengan kuliah shubuh khusus hari ahad olah raga bersama, makan pagi, melaksanakan kebersihan dan persiapan ke sekolah.
Pada pukul 06.50 mereka kemudian berangkat ke sekolah sesuai dengan jadwal di masing-masing madrasah,diselang dengan istirahat shalat Dzuhur dan Ashar yang dilanjutkan dengan kegiatan terjadwal rutin (pengajian kitab paket menurut kelompok pengajian masing-masing, pengajian intensif atau tutorial, pelatihan komputer) dan terjadwal insidental (Pramuka, Paskibra, Olah raga, latihan musik, dan kegiatan ekstra lainnya sesuai minat dan bakat para santri). Setelah selesai kegiatan sekitar pukul 17.00, mereka makan sore, mandi dan persiapan shalat berjamaah magrib di mesjid. Setelah shalat berjamaah maghrib, kemudian tadarus al-Quran, kegiatan kultum, dan pengajian kitab paket lagi.
Bada shalat Isya, dilanjutkan dengan belajar yang dibimbing oleh para pembimbing sampai pukul 21.00. Dan setelah itu diperbolehkan istirahat dan persiapan untuk tidur menyambut hari esok dengan aktivitas yang sama dan lebih segar.
Aktifitas keseharian santri di dalam kampus yang begitu padat tidak saja berguna untuk melatih kedisiplinan santri, melainkan juga bermanfaat untuk lebih mengoptimalkan interaksi santri dengan santri, santri dengan para ustadz/ustadzah, dan santri dengan karyawan lainnya.
Sebagai pesantren yang memiliki daya disiplin yang tinggi dan metode pembelajaran yang modern, Pondok Pesantren Darussalam telah tercatat memiliki ratusan piala dan penghargaan dari berbagai perlombaan yang telah diikuti mulai dari tingkat kecamatan sampai tingkat nasional, diantaranya: pernah tercatat menjadi Juara I Musabaqoh Fahmil Quran pada MTQ Nasional di Yogyakarta; Juara I, II dan III Lomba Hiking Rally Cyradika se-Jabar dan Jateng; Juara I Pidato Bahasa Inggris Pospenas Tingkat Jawa Barat; Juara II Nasional Pidato Bahasa Arab Pospenas di Palembang; Juara III Senam Santri antar Pondok Pesantren se-Jawa Barat; Juara I Prestasi Madrasah komponen MAK tingkat Propinsi Jawa Barat; Juara II Lomba Pidato Bahasa Arab pada Arabic Expo di UPIBandung; Juara I Pidato Bahasa Indonesia se-Priangan Timur; Juara II Nasional Pidato Bahasa Arab pada Pospenas di Medan; Juara I Nasional Karya Tulis Ilmiah tingkat SLTA DPP PKS; Juara II Lomba Tenis Meja Pospenas antar SLTA se-Priangan Timur; Juara II Bola Basket Pospenas se-Priangan Timur; Juara I Lomba Cipta Karya Puisi Kandungan al-Quran pada Festival Pesantren se-Kabupaten; Juara IV Pidato Bahasa Indonesia Pospenas di Samarinda; Juara I Nasyid Se-Priangan Timur; Juara II Teater Se-Jawa Barat;
<

Sejarah MAN Darussalam Ciamis

Pada paruh 1929, Kyai Ahmad Fadlil (meninggal tahun 1950) ayahanda K.H. Irfan Hielmy (alm), memulai kisah pendirian Pondok Pesantren dengan sebuah mesjid dan sebuah bilik sebagai asrama. Santri yang pertama mondok adalah pemuda-pemuda setempat yang tidak saja diajarai ilmu-ilmu agama tetapi diajak mengolah sawah, bercocok tanam, dan diberi contoh bagaimana memelihara bilik dan memakmurkan mesjid. Pesantren Cidewa, sebutan untuk komunitas baru itu, dengan cepat mendapat simpati serta dukungan dari masyarakat sekitar bahkan di tahun-tahun pertama mulai dikenal luas dan Iebih banyak lagi santri yang mondok. Tanah Pondok Pesantren Darussalam Ciamis ini adalah hasil wakaf dari suami-istri Mas Astapraja dan Siti Hasanah di Kampung Kandanggajah, Desa Dewasari, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Pada tahun 1967 mulai dirintis penyelenggaraan sistem pendidikan formal dengan mengadaptasi model klasikal, dan sampai saat ini semua jenjang pendidikan dari mulai Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudlatul Athfal (RA) telah berdiri hingga Perguruan Tinggi.

Lembaga pendidikan formal pertama yang didirikan oleh Pesantren Darussalam Ciamis adalah Raudhlatul Athfal (RA) pada tahun 1967, kemudian pada tahun 1968 berdiri Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat SD, dan Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) berdiri pada tahun 1969. Kemudian pada tahun 1969 berdiri Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri (MAAIN) yang semula merupakan Madrasah Aliyah Swasta Darussalam Kabupaten Ciamis berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No. 62 Tahun 1969 pada tangal 2 Djuli tahun 1969. Dan dalam konsideran SK Menteri Agama tersebut dinyatakan bahwa selama Anggaran Belanja Departemen Agama untuk keperluan tersebut tidak mencukupinya, maka biaya pembinaan selanjutnya dibebankan kepada Pengasuh Pesantren Darussalam Ciamis. (SK terlampir)

Dalam perjalanannya yang telah mencapai usia 41 tahun ini, MAN Darussalam Ciamis berkomitmen pada aturan yang berlaku yang kemudian dikembangkan dengan arah kebijakan madrasah serta pendayagunaan potensi tenaga edukatif, tenaga administratif serta fasilitas sarana yang ada di MAN Darussalam Ciamis. Kondisi demikian tentu akan menunjukan jati dirinya dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal ini dapat dibuktikan dengan berbagai keberhasilan yang dicapai peserta didik.

Demikian pula sebagai arah timbal balik hubungan madrasah dengan masyarakat, MAN Darussalam Ciamis telah menunjukkan perhatian serta kepercayaan masyarakat yang semakin positif. Hal ini pun dapat dibuktikan dengan peminat siswa dari tahun ke tahun yang terus meningkat sehingga dalam penerimaan siswa baru diadakan seleksi melalui batasan nilai (hasil Ujian Nasional dan tes khusus).

Kendatipun demikian, sebagai suatu proses usaha pendidikan yang menghadapi berbagai heteroginitas dalam komponen-komponennya, maka tidak menutup mata terhadap berbagai kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu dalam mengoperasionalkan usaha pendidikan pada MAN Darussalam Ciamis, secara berkesinambungan pimpinan madrasah serta seluruh mitra kerjanya senantiasa berfikir inovatif dan prosfektif menuju pendidikan yang bermutu.

Dalam perjalannya sampai sekarang, Alhamdulillah MAN Darussalam Ciamis telah mampu melengkapi dirinya dengan sarana dan prasarana yang tidak kalah dari sekolah lainnya, demi mendukung pengembangan keilmuan yang diharapkan seluruh pihak, misalnya laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mencakup Laboratorium Fisika, Kimia, dan Bilogi. Selain itu dilengkapi pula dengan Laboratorium Bahasa dan Laboratorium Komputer.

Demikian pula dengan unsur pendidiknya, MAN Darussalam Ciamis terus berusaha menjalin kerjasama baik dengan sesama pendidik dalam negeri maupun dengan para pendidik dari mancanegara, khususnya dari Asia dan Amerika, juga para siswanya pernah diikutsertakan dalam program pertemuan pelajar ke Jepang, dan guru ke Amerika Serikat (AS).

Disamping itu, MAN Darussalam Ciamis tetap berpegang teguh pada prinsip utama yaitu mencetak manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) tanpa melupakan keimanan dan ketaqwaan (Imtak). Kegiatan keagamaan sesuai ciri Madrasah terus dikembangkan sehingga cita-cita tersebut bisa tercapai.

Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di MAN Darussalam Ciamis dapat tercapai apabila proses pembelajaran mampu membentuk pola prilaku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan, serta dapat dievaluasi melalui pengukuran dengan menggunakan tes dan non tes. Proses pembelajaran akan efektif apabila dilakukan melalui persiapan yang matang dan terencana dengan baik supaya dapat memenuhi.

Adapun para Kepala yang pernah memimpin/bertugas di MAN Darussalam Ciamis adalah sebagai berikut:

1) KH. Ibrahim Ahmad (1969 – 1994)

2) Drs. H. Wahyudin, M. Pd. (1994 – 2004)

3) Dra. Hj. Eulis Fadilah Jauhar Nafisah, M. Pd. I (2004 – 2010)

4) Drs. Tatang Ibrahim, M. Pd (2010 – sekarang)